"Udah, hapus dulu air matamu," perintah Tetsuya yang kini sedang duduk di sampingku. Aku masih tak percaya kalau ia memang Tetsuya.Tapi, rasanya ada yang berbeda. Ya wajar saja, sudah berapa lama kami tidak bertemu?
"Kamu kemana aja Nin selama ini? Kamu pergi nggak memberitahuku. Memangnya kau anggap apa aku ini? Cemas tauk."
Aku hanya terdiam. Masih menunduk tidak tahu bagaimana aku akan memulai untuk menjelaskan. Dan mungkin aku memang tidak akan menjelaskan. Biarlah sudah kejadian ini terlanjur terjadi, tidak usah diungkit-ungkit kembali.
"Yasudah, lupakan sejenak masalah itu. Bagaimana kabarmu sekarang Nin? Aku kaget kamu sekarang berbeda. Sudah bukan anak ingusan lagi yang dulu sok berani bantu bantuin aku, haha"
"Yee, kamu juga kok. Sampai sampai aku nggak tau kalo ternyata kita sekolah disekolah yang sama, haha" aku tertawa sambil masih menangis.
"Ya kamu sih Nin, ga berubah dari dulu kupernya, Sendirian terus. Tapi jujur, aku pernah sekilas melihat kamu di kantin. Tapi waktu itu kukira hanya orang mirip yang kamu, bukan kamu. Jadi aku nggak jadi samperin, takut salah orang. Kamu ngilang lama banget"
Oke aku akui, sejak perpisahan atau tepatnya menghilangnya aku dari Tetsuya sekitar 5 tahun yang lalu, aku tidak satu kalipun memberikan kabar atau surat yang mengatakan tentang keberadaanku. Boro-boro kabar, surat pamit pun tidak. Aku bingung sekali waktu itu. Aku sangat terpuruk karena orang tuaku tiba-tiba mengajakku pindah dan memindahkan sekolahku tanpa izin atau memberitahuku terlebih dahulu. Mendadak!
"Iya deh maafin aku.. Tapi waktu itu kamu nggak marah kan?" tanyaku takut penuh harap karena merasa bersalah.
"Marah lah. Aku marah waktu itu, tapi bukan sama kamu. Aku marah sama diriku sendiri karena aku nggak bisa menjadi sahabat yang baik buatmu. Sampai kamu pergi pun aku nggak bisa menahannya" Tetsuya tersenyum, menunduk.
Ingin rasanya saat itu juga aku merangkul pundak Tetsuya seperti saat dulu ia merangkul pundakku dengan tawanya yang riang setelah insiden itu. Tapi, haha, benar yang dikatakan Tetsu tadi. Aku yang sekarang bukan lah aku yang dulu yang sok berani, yang sok kuat dan yang sok sok lainnya. Aku yang sekarang hanyalah seorang gadis pendiam yang murah senyum tapi tak banyak cakap, tidak terkenal. Mungkin teman-teman satu kelasku saja yang mengenalku. Dan ketika pergantian kelas tiba, hanya sedikit yang masih mengingatku.
"Tetsu.. maaf.." ucapku lirih. Tetsuya kembali tersenyum.
"Iya, sudah kumaafkan sejak lama tenang saja. Oya, daritadi ada yang mengganjal pikiranku Nin," Tetsu menatapku dengan mimik muka serius.
"Apa?"
"Kayaknya kok kamu nggak tambah tinggi ya ._.?" Tetsuya memandangiku, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Haaahh? -__- Enak saja! Kamu aja mungkin yang nggak tambah tinggi" protesku. Nggak maulah aku dikatakan nggak tumbuh. "Mungkin nih ya, kita tu emang dari dulu selisih tingginya segini. Jadi kalau mandang kelihatan kek nggak tambah tinggi. Dengan kata lain, pertumbuhan kita sama!"
"Hahaha iya iya, nggak usah manyun lah" Tetsuya tertawa.
Ini benar benar nyata. Tawa itu, senyum itu, itu benar-benar milik Tetsuya. Allah, aku bersyukur tidak de javu untuk yang kedua kalinya.
"Mmm Tetsu, kau banyak berubah ya sekarang. Termasuk panggilanmu. Aku ingin tau, mengapa kamu sekarang dipanggil Zora? Kamu mengubahnya?" tanyaku to the point.
Hening seketika datang tanpa permisi kepada kami. Tetsuya terdiam, menatap ke arahku dengan pandangan mata kaget, tercengang, seolah olah ia tak percaya kalau ia akan aku tanya demikian.
"Memangnya kenapa dan.. kau tau darimana?"
"Aku baru tau tadi dari Mbak Jum saat ia bercerita tentang kamu. Kamu jadi pangeran sekolah kan disini?"
Tetsuya terdiam lagi. Diam yang membuatku bingung, apa aku salah bertanya tentang hal itu? Atau, kata-kataku telah mengusiknya. Ah mana mungkin. Ini hanya pertanyaan sederhana dan fakta. Tidak kubuat atau kukarang sendiri. Aku masih tetap menatapnya, berharap jawaban yang ku inginkan terlontar dari mulutnya.
Tetsuya bangkit dari duduknya, berdiri menatap langit.
"Kamu tau juga rupanya. Hm, haha. Setiap kali ada orang yang memanggilku Tetsuya, aku selalu teringat akan masa laluku, terutama insiden itu. Masa dimana aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Terlalu polos. Aku ingin melupakan itu semua Nin. Aku ingin kenangan itu terhapus dari memoriam sel-sel ingatanku. Terutama Zast Gank yang selalu mengusik hidupku!" Tetsuya menendang kerikil yang berada di dekat kakinya. "Aku benci mereka semua! Tapi, nasi sudah menjadi bubur ya? haha. Mereka sudah menghilang pergi entah kemana dari duniaku yang sekarang. Alhamdulillah lah, itu berarti aku tidak bisa membalas perbuatan mereka, karena... aku telah memaafkannya"
Aku termenung mendengar jawaban yang tadi kunanti itu. Pandanganku kosong.
"I-itu berarti a-aku tidak bo-leh..."
"Tenang saja.." Tetsuya mengangkat muka, menatap langit. "Di dunia ini hanya ada empat orang yang ku perbolehkan memanggilku dengan nama Tetsuya. Keempatnya adalah Ibu, Ayah, Bibi Minah, dan kamu. Karena kamu adalah salah satu orang terpenting dalam hidupku"
Angin berhembus menerbangkan daun yang tak tahu darimana datangnya. Melambai lambai, sejuk, segar.
"OK?" Tetsuya mengerlingkan mata ke arahku seraya tersenyum dengan tulus. Aku balas senyuman itu dengan anggukan tanda haru dan terimakasih. Karena aku tak menyangka, pertemuan ini tanpa kusadari akan menjadi suatu hal yang membuat hari-hariku mulai hidup kembali. Sekali lagi, terimakasih Tetsuya.
0 komentar:
Posting Komentar